Sinergi YBM PLN dengan Bidan Cahaya dalam Menjejak Manfaat

Inklusivitas SDM Unggul Indonesia di Hari Disabilitas Internasional 2019


Halo sobat healthies,

Apa kabar kalian? Ku do’akan sehat selalu dan tanpa kekurangan suatu apapun itu yaa… Amiin.

Aku mau memberikan informasi nih. Jadi dalam rangka menyambut Hari Disabilitas Internasional 2019, Kementerian Kesehatan RI kembali melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan sebagai bentuk edukasi kepada khalayak luas tentang agenda betapa pentingnya membangun kepedulian sebagai perwujudan kemandirian, kesejahteraan bagi para penyandang disabilitas dengan tema internasional tahun ini yaitu "Promoting the participating of person with disabilities and their leadership: talking action on the 2030 development agenda" dan tema nasional "Indonesia Inklusi, SDM Unggul".

Untuk itulah Kemenkes merasa perlu untuk mengadakan seminar yang mengangkat tentang sosialisasi layanan kesehatan inklusi pada Kamis (28/11) yang bertempat di ruang Siwabessy Gedung Prof. Dr. Sujudi, Kementerian Kesehatan RI, Kuningan, Jaksel. Acara dibuka dengan pertunjukkan seni tarian dari siswa-siswi Yayasan Santi Rama. Lalu dilanjutkan denganp sambutan dari Dirjen P2P dan P2PTM serta perwakilan Kementerian Sosial dan PB PERDOSRI.


Bapak dr.Anung Sugihanono, M.Kes selaku Dirjen P2P membuka pertemuan Hari Disabilitas Internasional 2019 yang dihadiri oleh beberapa lintas program dan sektor di lingkungan Kementerian Kesehatan, meliputi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ditjen Pendidikan Dasar Kemendikbud RI, Kementerian Sosial, Kementerian PUPR, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Organisasi Penyandang Disabilitas, Organisasi Internasional,  dan para penyandang Disabilitas.

Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa menurut WHO tahun 2010, lebih dari satu milyar anggota masyarakat dunia adalah penyandang disabilitas. Hal ini berarti bahwa 15 dari 100 orang di dunia merupakan penyandang disabilitas. Sekitar 2 – 4 dari 100 orang tersebut termasuk dalam kategori penyandang disabilitas berat. Meskipun kemajuan teknologi dan upaya pencegahan telah banyak membawa manfaat dalam pencegahan disabilitas, namun masih terdapat banyak kondisi yang akhirnya berujung pada disabilitas.


Merunut dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pada penduduk Indonesia yang berusia 5 – 17 tahun sebanyak 3,3% dan pada usia 18 – 59 tahun mencapai 22%, yang tertinggi di Sulawesi Tengah dan yang terendah di Lampung. Kondisi yang terjadi saat ini di tengah masyarakat bahwa penyandang disabilitas dianggap merupakan kelompok yang paling rentan dan termajinalkan di suatu komunitas masyarakat. Sebagian besar mereka masih tergantung pada bantuan dan rasa iba orang lain serta belum mendapatkan hak untuk memperoleh kesempatan dan perlakuan agar bisa bertindak, beraktifitas sesuai dengan kondisi mereka.

Oleh karena itu, saat ini Kementerian Kesehatan juga telah menyusun dan meluncurkan Peta Jalan Sistem Layanan Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas 2020 – 2024. Peta jalan ini dimaksudkan sebagai rujukan kebijakan dan program bagi seluruh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk berkolaborasi dalam mewujudkan sistem dan layanan kesehatan yang aksesibel, menyeluruh, terjangkau, berkualitas, menghargai martabat, serta memberdayakan Penyandang Disabilitas.

Untuk mendukung pencapaian tersebut, ditetapkanlah 5 (lima) strategi utama yang diusung di dalam peta jalan (road map) dan juga merujuk pada tujuan dalam WHO Disability Action Plan 2014-2024 serta enam pondasi utama penguatan sistem kesehatan (health system strengthening) dari WHO.

Strategi tersebut di antaranya adalah; pertama, penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk mewujudkan implementasi kebijakan dan aturan layanan kesehatan inklusif disabilitas. Selanjutnya yang kedua penguatan peran serta masyarakat termasuk Penyandang Disabilitas dan kerjasama dengan sektor kesehatan. Kemudian yang ketiga peningkatan akses pelayanan kesehatan inklusif dengan memperhatikan aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas. Keempat, penguatan sistem surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan, serta terakhir kelima penyediaan sumber daya yang mampu melayani Penyandang Disabilitas.


Program RBM diterapkan oleh Kemenkes  merupakan salah satu strategi dalam program penanggulangan gangguan fungsional. RBM telah dikembangkan di beberapa provinsi selama kurun waktu 2017 – 2018 sebagai percontohan untuk pengembangan di daerah lainnya. Melalui program RBM ini, diharapkan akan terbentuk masyarakat yang inklusi terhadap penyandang disabilitas yang ditandai dengan meningkatnya peran serta keluarga penyandang disabilitas dan masyarakat sekitarnya.

Terakhir Dirjen berharap bahwa upaya Pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan yang terampil, ahli, dan profesional di bidangnya, rehabilitasi bersumber daya masyarakat bagi penyandang disabilitas untuk dapat meningkatkan akses penyandang disabilitas pada layanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu bagi masyarakat dengan disabilitas akan benar-benar akan tercapai.

Komentar